TIMES SINGARAJA, JAKARTA – Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani, mengungkapkan kekecewaan dan rasa frustrasi mendalam atas pelanggaran gencatan senjata di Gaza yang terjadi baru-baru ini.
Berbicara dalam konferensi pers di Doha, Rabu (29/10/2025), Al-Thani menegaskan bahwa Qatar segera melakukan koordinasi penuh dengan Amerika Serikat untuk menangani situasi yang semakin memanas di wilayah tersebut.
“Selama proses gencatan senjata berlangsung, kami telah menyaksikan sejumlah pelanggaran, meski sebagian besar tidak dilaporkan karena dianggap kecil. Namun, pelanggaran kemarin, sejujurnya, sangat mengecewakan dan membuat frustrasi bagi kami,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Kami berusaha menahannya dan segera memobilisasi koordinasi penuh dengan AS setelah kejadian ini. Kami melihat bahwa AS juga berkomitmen pada kesepakatan ini.”
Insiden di Rafah dan Ketegangan yang Kembali Memuncak
Menurut Al-Thani, insiden pada Selasa (28/10) diduga berasal dari pihak Palestina, meski Hamas membantah tudingan tersebut. Serangan itu menyebabkan seorang tentara Israel tewas di kota Rafah, Gaza selatan.
“Kami belum dapat memastikan kebenarannya. Kami belum memiliki verifikasi apakah ini benar atau tidak,” ujarnya. Ia menegaskan, Qatar tetap fokus memastikan gencatan senjata tetap berlaku dan menghormati kesepakatan yang telah disepakati oleh kedua pihak.
“Saya yakin apa yang terjadi kemarin merupakan pelanggaran,” kata Al-Thani, seraya menambahkan bahwa “kedua pihak yang terlibat mengakui pentingnya melanjutkan gencatan senjata dan mematuhi perjanjian tersebut.”
Korban Sipil Kembali Berjatuhan
Pernyataan Al-Thani muncul di tengah meningkatnya kekerasan di Gaza. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sejak Selasa malam, tentara Israel menewaskan lebih dari 100 warga Palestina, termasuk 46 anak-anak, melanggar perjanjian gencatan senjata yang berlaku sejak 10 Oktober 2025.
Selain korban tewas, 253 orang lainnya terluka, terdiri atas 78 anak-anak dan 84 perempuan. Data kementerian juga mencatat, sejak perjanjian gencatan senjata diberlakukan, sedikitnya 211 orang tewas dan 597 lainnya luka-luka akibat serangan udara Israel yang berulang.
Krisis Kemanusiaan yang Memburuk
Sejak Oktober 2023, serangan militer Israel telah menewaskan lebih dari 68.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Serangan yang tak kunjung berhenti itu membuat Gaza nyaris tak layak huni.
Pengeboman tanpa henti telah menghancurkan infrastruktur vital, termasuk rumah sakit dan sekolah, serta memicu kelaparan dan penyebaran penyakit di daerah kantong yang kian terisolasi itu.
Diplomasi Qatar di Tengah Krisis
Qatar, yang selama ini berperan sebagai mediator utama antara Hamas dan Israel, kini kembali menghadapi ujian diplomasi serius. Negara kecil di Teluk itu menjadi salah satu pihak yang menengahi gencatan senjata sejak awal konflik pecah.
Namun, dengan pelanggaran gencatan senjata di Gaza yang terus berulang, posisi Qatar kini berada dalam tekanan politik yang besar, baik dari sekutu Barat maupun negara-negara Arab.
“Qatar berkomitmen untuk terus mencari jalan damai,” ujar Al-Thani menutup pernyataannya.
“Kami percaya bahwa solusi kemanusiaan harus selalu didahulukan di atas kepentingan politik dan militer.”(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: PM Qatar Kecewa atas Pelanggaran Gencatan Senjata di Gaza, Tegaskan Komitmen Bersama dengan AS
| Pewarta | : Rochmat Shobirin |
| Editor | : Imadudin Muhammad |