TIMES SINGARAJA, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan bahwa gugatan perdata yang diajukan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman terhadap majalah Tempo bukanlah bentuk pembredelan terhadap kebebasan pers. Gugatan tersebut, menurut Kementan, merupakan langkah hukum untuk menguji kebenaran dan membela hasil kerja keras 160 juta petani Indonesia.
Hal itu disampaikan Kuasa Hukum Kementan, Chandra Muliawan, melalui keterangan resmi yang ditandatangani secara elektronik oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan, drh. Moch. Arief Cahyono, M.Si.
“Gugatan ini bukan upaya membungkam media. Ini adalah langkah moral dan konstitusional untuk menguji kebenaran, serta membela martabat petani Indonesia,” tegas Chandra, Senin (3/11/2025)
1. Klaim Pelaksanaan PPR Dewan Pers Dinilai Tidak Sesuai Ketentuan
Kementan menjelaskan, gugatan diajukan setelah proses penyelesaian di Dewan Pers melalui Penilaian dan Rekomendasi (PPR) rampung. Menurut Kementan, hasil PPR Dewan Pers menunjukkan adanya pelanggaran dalam pemberitaan Tempo. Namun, langkah tindak lanjut yang dilakukan Tempo dinilai tidak sesuai dengan substansi dan kewajiban dalam rekomendasi tersebut.
“Alih-alih melaksanakan PPR secara utuh dan benar, Tempo justru menafsirkan sepihak dan menyampaikan ke publik seolah telah patuh, padahal tindakan yang dilakukan tidak memenuhi standar yang diwajibkan,” demikian keterangan resmi itu.
Kementan menilai, tindakan tersebut membuat penyelesaian etik tidak tercapai, sehingga jalur hukum menjadi langkah terakhir untuk memastikan kebenaran diuji secara objektif.
2. Gugatan sebagai Pembelaan terhadap Petani Indonesia
Lebih lanjut, Kementan menyoroti salah satu infografis yang diterbitkan Tempo berjudul “Poles-poles Beras Busuk”, yang memuat ilustrasi karung berlubang disertai gambar kecoa.
Kementan menyebut, konten tersebut tidak hanya menyinggung Kementerian, tetapi juga menyinggung perasaan para petani di seluruh Indonesia.
“Infografis itu mungkin dimaksudkan sebagai satire, tetapi bagi petani, ini penghinaan. Beras bukan sekadar komoditas — itu hasil peluh, kerja malam, dan doa jutaan keluarga desa,” tegas pihak Kementan.
Kementan menilai, ilustrasi yang menggambarkan beras dan kecoa telah merendahkan martabat 160 juta petani, penyuluh, operator alat pertanian, hingga pegawai lapangan yang menjaga rantai pangan nasional.
Oleh karena itu, Kementan menegaskan gugatan Mentan Andi Amran Sulaiman bukan semata-mata soal sengketa jurnalistik, melainkan bentuk keberpihakan terhadap petani dan upaya menjaga marwah ketahanan pangan nasional.
3. Kebebasan Pers Tidak Sama dengan Kekebalan Hukum
Kementan menegaskan pihaknya tetap menghormati kebebasan pers sebagai pilar demokrasi. Namun, kebebasan pers, menurut mereka, tidak berarti kebebasan dari akuntabilitas hukum.
“Gugatan ini bukan upaya membungkam Tempo. Media tersebut tetap bisa menulis dan menyampaikan pendapatnya. Yang diuji kini hanyalah satu hal: apakah pemberitaan Tempo akurat dan apakah pelaksanaan PPR dilakukan sesuai aturan,” jelas Kementan.
Kementan menegaskan, jika Tempo benar, maka proses pengadilan akan membuktikannya. Namun, jika sebaliknya, publik berhak mengetahui kebenaran sesungguhnya.
4. Pengadilan Sebagai Forum Terbuka Menguji Fakta
Kementan menyatakan langkah hukum ini ditempuh karena pengadilan merupakan mekanisme paling adil dan transparan untuk menyelesaikan sengketa.
Melalui sidang terbuka, semua pihak diberi ruang untuk menyampaikan bukti dan argumen secara objektif.
“Tidak ada sensor, tidak ada pembatasan publikasi, tidak ada pembungkaman. Semua pihak dapat berbicara di ruang sidang yang terbuka. Menuduh proses hukum sebagai pembredelan hanyalah framing yang menyesatkan publik,” tegas Chandra Muliawan.
Kementan: Demokrasi Kuat Jika Kebenaran Diuji
Melalui keterangan resminya, Kementan kembali menegaskan bahwa gugatan perdata Mentan terhadap Tempo merupakan langkah konstitusional untuk mengembalikan integritas informasi publik, memastikan rekomendasi Dewan Pers dihormati, dan membela harga diri dan martabat petani Indonesia.
“Demokrasi tidak akan tumbuh jika media menolak diuji. Demokrasi hanya kuat ketika kebenaran ditempatkan di atas opini,” tutup Kuasa Hukum Kementan, Chandra Muliawan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Hak Jawab Kementan: Ke TEMPO Bukan Pembredelan, tapi Upaya Uji Kebenaran
| Pewarta | : Imadudin Muhammad | 
| Editor | : Imadudin Muhammad |