https://singaraja.times.co.id/
Gaya Hidup

Ngobrol Buku 'Lorong Waktu' di Malang, Memahami Seni Puisi di Mata Riwanto Tirtosudarmo

Minggu, 25 Mei 2025 - 22:00
Ngobrol Buku 'Lorong Waktu' di Malang, Memahami Seni Puisi di Mata Riwanto Tirtosudarmo Dari kiri: Wawan Eko Yulianto (penulis dan pengajar di Universitas Ma Chung), Riwanto Tirtosudarmo (penulis buku), Asyofi Al-Kindy (moderator) (Foto: Rengganis for TIMES Indonesia)

TIMES SINGARAJA, MALANG – style="text-align:justify">Bedah buku antologi puisi Lorong Waktu (2025) karya Riwanto Tirtosudarmo digelar dalam Ngobrol Buku Lorong Waktu: Lima Puluh Puisi Riwanto Tirtosudarmo di Kafe Pustaka, Kota Malang pada Sabtu (24/5/2025).

Wawan Eko Yulianto, penulis dan pengajar di Universitas Ma Chung menjadi pengulas sekaligus pembedah buku berisikan lima puluh puisi itu.

Sebelum bedah dan diskusi buku dimulai, panitia terlebih dahulu mempersilakan peserta yang hadir untuk secara sukarela membacakan puisi-puisi Riwanto dalam buku puisinya, Lorong Waktu.

Penulis menghadiakan satu buah lorong Watu, gratis untuk setiap peserta yang bersukarela membacakan puisi-puisi karangannya. Beberapa peserta pun maju bergantian membacakan karya-karya Riwanto dengan khidmat.

Ngobrol-Buku-Lorong-Waktu-b.jpgPeserta, mahasiswa Universitas Negeri Malang membacakan puisi dalam buku Lorong Waktu (Foto: M. Arif Rahman Hakim/TIMES Indonesia)

Setelah pembacaan usai, Asyofi Al-Kindy, moderator, membuka sesi acara. Dalam pembukaan acara, ia mengutip pandangan Paul Ricoeur, filsuf Prancis, yang setidaknya mengngkapkan bahwa puisi bukan hanya sekedar rangkaian kata indah. Ia adalah media tempat pengalaman dan waktu yang diolah menjadi narasi simbolik.

Dalam puisi, memori bukan hanya dikenang, melainkan juga dikristalkan. Dijadikan bentuk yang padat, menyentuh, dan mengundang penfasiran yang berlapis.

“Malam ini, kita akan mendengarkan obrolan tentang bagaimana Pak Riwanto membingkai berbagai fragmen hidup, perjalanan, pemikiran, dalam lima puluh puisi yang tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga menggugah kesadaran kolektif,” tutur Asyrofi.

Wawan melanjutkan sesi dengan memaparkan ulasan hasil pembacaan buku itu, “Ketika kita berhadapan dengan puisi-puisi Pak Riwanto ini, ada metafora, rima, dan abiguitas-ambiguitas yang pas.”

Bagi Wawan, puisi-puisi Riwanto selain memiliki pengungkapan gaya bahasa yang baik, juga memiliki daya informatif yang kuat pada pembaca.

Ia mengibaratkan, kalau puisi-puisi (Pak Riwanto) itu rumah, pembaca akan  mudah membuka pintunya, masuk ke dalamnya kemudian leluasa bercakap-cakap dengan pemiliknya. Puisi-puisi dalam buku ini tidak menjadi puisi-puisi yang terlalu gelap - susah diinterpretasikan.

Wawan meneruskan, dalam pengulasannya, buku yang kurang-lebih ditulis selama lima bulan itu memiliki cakupn latar geografis yang luas. Riwanto menuangkan pengalamannya di beberapa tempat seperti Jawa Tengah, Malang, Jakarta, Narita, Nusa Tenggara, dan banyak lagi.

Selain sadar akan keluasan latar geografis, pengulas selanjutnya menemukan hal menarik lain. Ia temukan paradoks.

Ngobrol-Buku-Lorong-Waktu-c.jpgSuasana antusias peserta dalam menyimak acara. (Foto: Rengganis for TIMES Indonesia)

Alih-alih Riwanto menjadikan peristiwa-peristiwa besar di tempat-tempat yang dikunjunginya menjadi bahan tulisan, ia justru membuat tulisannya berangkat dari hal-hal kecil.

“Dari keluasan geografis itu, kita bisa menemukan bahwa penulis sarat memberi perhatian pada hal-hal kecil, pinggiran—tidak banyak disorot orang, kegiatan-kegiatan keseharian,” ujar Wawan.

Bagi Wawan, hal semacam ini secara bersamaan menggemakan kembali apa itu definisi sesungguhnnya dalam makna 'kebudayaan' - culture is ordinary. Dalam hal ini, arti budaya tidak harus dihubungkan dengan suatu yang melulu adiluhung, teramat sakral dan tradisional seperti yang banyak dipahami orang-orang.

“Puisi-puisi, kalaulah bisa disebut sebuah puisi yang terkumpul dalam buku ini, barangkali bisa dilihat sebagai sebuah perjalalan. Bagi saya, puisi begitu membebaskan. Layaknya sebuah perjalanan,” ujar Riwanto.

Ia menjelaskan, baginya, sebagai penanda sebuah perjulanan, apa saja yang dituliskan sering seperti catatan dari apa yang terlihgat. Meskipun juga ada yang lebih mirip dengan sebuah renungan.

“Selain ditulis untuk mengabadikan banyak hal dalam perjalanan. Buku puisi ini, juga secara khusus saya dipersembahkan untuk istri saya. Sekarang saya kasihkan lima puluh puisi untuknya,” tutup Riwanto. (*)

Pewarta : M. Arif Rahman Hakim (Magang MBKM)
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Singaraja just now

Welcome to TIMES Singaraja

TIMES Singaraja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.